Senin, 16 Juni 2008

makalah

Pengontrol Elektronik untuk Pengendali Arah Antena pada System

Komunikasi Optik Ruang Bebas (KORUB)

MAKALAH










Disusun oleh :

ARIS EKY OMELTA

2030008




JURUSAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI

AKADEMI TEKNIK TELEKOMUNIKASI SANDHY PUTRA

JAKARTA

2008





Pengontrol Elektronik untuk Pengendali Arah Antena pada System

Komunikasi Optik Ruang Bebas (KORUB)

Abstrak

Sistem Komunikasi Optik Ruang Bebas (KORUB) atau Free Space Optical Communication adalah suatu sistem perangkat komunikasi optik yang memakai udara atau ruang angkasa sebagai media transmisinya tanpa memakai serat optik, namun menggunakan dua buah antena optik masingmasing pada sisi pemancar dan pada sisi penerima. Prinsip utamanya adalah membuat berkas cahaya yang memancar dari sumber harus sejajar mungkin dan mengusahakan sebanyak mungkin cahaya yang dipancarkan dapat diterima oleh antena penerima agar dapat difokuskan pada detektor foto. Sistem ini merupakan sistem yang patut dikembangkan, khususnya untuk transmisi di perkotaan antara sejumlah gedung bertingkat karena tidak memerlukan penanaman kabel yang sulit dilakukan untuk daerah perkotaan yang padat bangunannya. Kendala utama yang dihadapi pada sistem ini adalah mengarahkan kedua antena optik pada sudut dan arah yang tepat agar antena penerima dapat menerima intensitas cahaya semaksimal mungkin dari pemancar. Kesulitan ini juga harus memperhitungkan jarak jangkau yang tepat. Dengan metode tertentu dapat ditentukan secara baik besar jarak jangkaunya. Untuk itulah diperlukan pengendali arah secara elektronik yang akan berfungsi sebagai pengontrol posisi dari antena optik pemancar dan penerima. Sebagai pengindera cahaya diperlukan sebuah photo dioda / photo transistor yang sangat sensitif dengan disertai pengaturan yang akurat. Kata kunci: komunikasi optik ruang bebas, modulasi, antena optik, photodioda, phototransistor.

1. Pendahuluan

Indonesia yang terdiri dari 13.000 pulau lebih merupakan negara maritim terbesar di dunia, sehingga mengundang kerawanan bagi kesatuan dan keutuhan wilayah tanah air kita. Untuk mengantisipasi hal tersebut telah dibangun berbagai jenis sarana telekomunikasi sampai diluncurkannya Satelit Komunikasi Palapa pada bulan Juli 1976 buatan perusahaan Hughes di Amerika. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan permintaan jasa telekomunikasi dari daerah-daerah terpencil dapat dilayani dengan lebih baik dan cepat, karena jaringan telekomunikasi dengan berbagai fasilitasnya, baik fasilitas yang berupa penyaluran telekomunikasi itu sendiri, maupun penyaluran siaran televisi untuk penerangan dan pendidikan dapat menjangkau ke seluruh daerah, termasuk yang semula tidak mudah dimasuki oleh sistem gelombang mikro sebagai sistem terrestrial (darat). Sistem telekomunikasi selalu menuntut kualitas sinyal di penerima benar-benar transparan sesuai dengan sinyal asli yang dikirimkan oleh pemancar. Oleh karena itulah, maka tingkat ketransparanan suatu sistem telekomunikasi yang telah ada harus selalu diperbaiki dan disempurnakan, sehingga diperlukan media transmisi baru yang dapat memenuhi kriteria tersebut. Sekitar lima belas abad yang lalu, telah dinubuwatkan / diisyaratkan tentang bakal munculnya zaman pemanfaatan teknologi cahaya / optika / laser di dalam berbagai bidang aplikasi seperti komunikasi, kedokteran, militer, komputer masa depan, industri dan sebagainya. Laser merupakan cahaya monokhromatis yang proses kejadiannya menggunakan prinsip dasar penumpangan cahaya di atas cahaya lainnya. Zaman yang dimaksud tersebut adalah zaman atau era Fotonika yang menunjukkan luasnya aplikasi laser / optik dalam berbagai segi kehidupan umat manusia, sehingga pengaruhnya tak akan dapat dielakkan lagi [Sudaryanto, 1999]. Era ini menyangkut pula bidang telekomunikasi yang khususnya untuk transmisi sinyal informasi serta data. Penggunaan media transmisi ini menunjukkan sejumlah keunggulan antara lain besarnya kapasitas dan tingginya kecepatan. Salah satu bentuk teknologi yang dapat diterapkan dan masih terus dikembangkan adalah Sistem Komunikasi Ruang Bebas (Free-Space Optical Communications), yang memakai udara atau ruang bebas sebagai media transmisinya.

Daya tarik yang dimiliki oleh sistem ini adalah kemampuannya untuk bekerja seperti pada sistem komunikasi terestrial yaitu mampu melintasi daerah perbukitan, sungai, lembah, lintasan kereta api juga jalanan yang sangat padat karena banyaknya gedung/bangunan tanpa harus melakukan penggalian kabel seperti pada sistem transmisi konvensional yang memakai kabel atau serat optik. Demikian pula sistem ini masih lebih unggul jika dibandingkan dengan sistem terestrial yang menggunakan akses radio. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki sistem komunikasi ini di antaranya adalah bebas terhadap interferensi gelombang elektromagnetik, keamanannya yang tinggi, dimensi perangkat yang lebih kecil dan ringan, di samping bandwidth-nya yang lebar dan kecepatannya yang tinggi. Sistem ini juga dapat bebas dari regulasi pemerintah yang terkait dengan penggunaan alokasi frekuensi. Namun di samping sejumlah keunggulan tersebut, sistem ini masih rentan terhadap kondisi dan perubahan cuaca.

2. Komunikasi Optik Ruang Bebas (KORUB)

Pada prinsipnya sistem ini mirip dengan sistem komunikasi optik yang memakai serat optik yakni memakai sumber cahaya (laser) pada sisi pemancar dan menggunakan detektor foto pada sisi penerima. Demikian pula modulasi, pengendalian (driving), demodulasi dan penguatan pada bagian pemancar (TX) dan penerima (RX) dapat diangap sama dan tidak memerlukan perubahan. Yang berbeda adalah pada media transmisinya (lihat gambar 1).

Gambar Sistem Komunikasi Serat Optik

Gambar Sistem Komunikasi Ruang Bebas

Gambar 1. Konsep Transisi dari Komunikasi Serat Optik ke Komunikasi Optik Ruang Bebas

Pada sistem ini antara pemancar dan penerima harus benar-benar pandang lurus (Line Of Sight, LOS). Demikian pula berkas cahaya yang terpancar dari pemancar harus sejajar mungkin, sehingga sebagian besar berkas dapat diterima oleh antena penerima untuk menghindari kehilangan daya akibat adanya berkas yang tak dapat tertangkap oleh antena penerima. Dengan menerapkan sistem komunikasi ini, dimungkinkan untuk membangun jaringan komunikasi tanpa perlu menarik kabel atau serat optik yang selain kurang efektif juga memerlukan banyak biaya. Sejumlah keunggulan dan aplikasi yang mungkin pada komunikasi optik ruang bebas ini menyebabkan dapat berkurangnya kepadatan pemakaian frekuensi radio seiring dengan tersedianya jenis transmisi baru yang dapat melayani jasa layanan berkapasitas besar serta berkecepatan tinggi. Sistem ini dapat dirancang dengan metode tertentu yang didapat dari percobaan serta disesuaikan dengan kondisi cuaca di suatu tempat. Hal yang menjadi permasalahan adalah menyangkut jarak jangkau serta cara pengendalian arah antena agar sisi pemancar dapat berhadaphadapan pandang lurus dengan sisi penerima. Berikut diuraikan tahapan perancangan serta metode pengendalian arah antenanya.

3. Rancangan Sistem KORUB

Sistem ini meliputi tiga bagian yang harus dirancang:

· Pemancar TX, yang terdiri dari bagian pembangkit sinyal informasi, modulator, sumber cahaya (misalnya LED) dan antena pemancar TXA.

· Media transmisi yang mencakup kondisi lingkungan serta cuaca.

· Penerima RX yang terdiri dari antena penerima RXA, detektor foto (misal dioda PIN) dan rangkaian pengkonversi sinyal optik menjadi sinyal informasi.

Klasifikasi sistem komuniaksi optik berdasarkan jarak jangkau ditunjukkan pada Tabel 1 berikut.

KLASIFIKASI JARAK

JARAK JANGKAU

(m)

Sangat Dekat

Dekat

Menengah

Jauh

1 – 10

1 – 100

1 – 1000

> 1000

Tabel 1. Klasifikasi KORUB berdasarkan jarak jangkau

Cahaya yang telah termodulasi pada sisi pemancar kemudian dipancarkan melalui antena pemancar yang berupa susunan lensa sehingga menghasilkan berkas pancar yang benar-benar sejajar atau dengan kata lain terkolimasi, sehingga tidak banyak daya yang hilang akibat penyebaran berkas yang tak tercakup oleh antena penerima. Mekanisme kolimasi dapat dilakukan secara sederhana, namun sulit diperoleh kondisi ideal karena walaupun sekecil apapun ukuran sumber cahaya bukanlah berupa sumber titik yang sebenarnya tetapi masih mempunyai dimensi tertentu. Hal ini akan menyebabkan terjadinya divergensi (penyebaran) karena setiap titik cahaya di dalam sumber akan membentuk kolimasi sendiri-sendiri dan akan berpengaruh untuk medan yang jauh.

Parameter yang berkaitan dengan penyebaran berkas tersebut adalah β/2 (dalam mrad) atau setengah sudut divergensi/penyebaran (half-angle of divergence) yang merupakan tangen dari perbandingan antara diameter ukuran sumber cahaya ds dengan panjang fokus lensa pemancar fT, atau dirumuskan : tan β/2 = ds/2fT (1) atau karena biasanya besar sudut yang dihasilkan sangatlah kecil, maka besar fungsi tangen sudut tersebut dapat dinyatakan sama dengan besar sudut itu sendiri, sehingga persamaan (1) menjadi : β/2 = 500 ds/2fT (2)

Walaupun ternyata masih terjadi penyebaran berkas, namun kolimasi masih merupakan usaha terbaik untuk mengurangi rugi-rugi akibar penyebaran tersebut. Tinjauan ini menunjukkan bahwa divergensi pancaran merupakan salah satu kendala yang dihadapi sistem KORUB, karena menyebabkan kerugian dan ketakefisiensienan daya pancar. Oleh karena itu secara sederhana sistem KORUB dapat digambarkan seperti Gambar 2.

Karena lensa yang dipakai cukup tipis dan sesuai dengan teori, maka jika jarak antara pemancar – penerima R jauh lebih besar dari fokus lensa f atau dengan kata lain R >> f, maka jarak sumber dengan pusat permukaan lensa ˜ f.

3.1 Konsep Back-Distance

Divergensi pancaran berkas laser dari pemancar ke penerima memunculkan konsep backdistance yang menempatkan sumber maya S’ sejauh Ro di belakang lensa pemancar sehingga seolaholah sebagai sumber titik pengganti sumber asli. Hal ini penting untuk perhitungan medan jauh yang membuat pancaran berkas seolah-olah berasal dari sumber maya S’ tersebut. Back-distance Ro diungkapkan sebagai :

Dengan sebagai diameter aktif antena pemancar dan β sebagai sudut divergensi pancaran. Dengan memakai konsep ini, maka jarak jangkau sistem untuk

sudut β<1o,>β/2 ˜ sin β/2.

Gambar 3 Konsep back-distance untuk sistem keseluruhan

Keterangan :

R = jarak jangkau

Ro = jarak balik (back distance)

S = sumber cahaya

S’ = sumber maya

= diameter antena pemancar;

* = diameter antena penerima

= diameter berkas di sisi penerima

Jarak transmisi yang dapat dicapai dinyatakan sebagai :

Rugi-rugi transmisi yang diakibatkan oleh adanya divergensi adalah :

atau

Dengan memakai Metode Empat Tahap dapat ditentukan jarak jangkau (A four-step method for range calculations) yang dicapai oleh sistem Komunikasi Optik Ruang Bebas, sebagai berikut :

Jika diketahui :

· Diameter lensa TXA (dengan dTXA = dRXA) = dTXA;

· Separuh sudut divergensi dari TXA = β/2

· Daya pancar TXA = PTXA

· Redaman atmosfir = A (dB/km)

· S/N link yang dibutuhkan = SNR (dB)

· NEP per Hz1/2 dari RXA = dalam dB.

Tahap 1 : menentukan daya terima minimum NEPRXA = NEP (Hz1/2) x vBWD Dengan diketahuinya NEPRXA maka dapat ditentukan rugi-rugi sisipan total yang diijinkan :

Tahap 2 : menentukan back distance Ro, sebagai jarak radiator maya S’ dengan persamaan. Tahap 3 : menghitung jarak jangkau ideal Ri (di ruang bebas) untuk suatu link ideal dengan redaman ruang bebas [A = 0 dB/km] dengan persamaan. Tahap 4 : menentukan jarak jangkau dengan cara coba-coba memakai persamaan :

Dan dicocokkan dengan hasil persamaan :

Serta

Dari hasil percobaan yang pernah dilakukan (Chaimowicz, 1989) diperoleh Rentang Sinar Infra Merah seperti Tabel 2 berikut :

Redaman Atmosfir

A [dB/km]

Kondisi Atmosfir

Jarak pandang mata

[km]

0.04

0.45

1.25

2.6

10

13

Cerah Sempurna

Sangat Cerah

Cerah

Kabut Tipis

Kabut

Kabut Tebal

50 – 150

20 – 50

10 – 20

4 – 10

2 – 4

1 – 2

Tabel 2. Rentang sinar infra merah dekat

Berdasarkan hasil pada tabel di atas, berkas cahaya infra merah yang merambat di atmosfir akan mengalami redaman. Redaman atmosfir dapat bervariasi, bergantung pada temperatur, tempat, musim dan waktu. Molekul-molekul dalam atmosfir seperti uap air, 2 0 , 2 CO , 2 N dan sebagainya. Penyebaran dan penyerapan energi sinyal yang dipancarkan dapat juga disebabkan oleh debu, kelompok serangga dan polusi dari industri, Namun, hal ini tidak dimasukkan dalam perhitungan.

3.2 Pemancar dan Penerima Optik

Komponen yang dipakai pada sistem ini sama dengan yang dipakai pada Sistem Komunikasi Serat Optik.

3.2.1 Pemancar

Sisi pemancar dapat menggunakan sumber cahaya jenis LED (Light Emitting Diode) atau Laser maupun Laser Dioda. Percobaan yang dilakukan dengan memakai jenis Laser He-Ne [Helium Neon] 0,5 mwatt dengan memakai diagram blok seperti Gambar 4.

Sinyal masukan akan dikuatkan oleh rangkaian penguat sinyal, yang selanjutnya akan dilewatkan ke rangkaian tapis lulus bawah (Low-pass filter) dengan tujuan agar hanya sinyal informasi saja yang akan diteruskan ke rangkaian berikutnya. Sinyal hasil filter dilewatkan ke rangkaian preemphasis, yang selanjutnya oleh rangkaian modulator FM akan di modulasi. Keluaran modulator FM dilewatkan pada rangkaian penyangga yang kemudian akan dipergunakan untuk memodulasi intensitas cahaya LED infra merah. Melalui antena optik berkas cahaya infra merah tersebut diarahkan ke penerima dengan menggunakan lensa, agar berkas sinar dapat diterima sebanyak mungkin. Pada penerima berkas sinar yang didapat akan diubah kembali menjadi besaran listrik lalu didemodulasikan untuk mendapatkan sinyal informasi kembali.

Gambar 4 Diagram Blok Pemancar Sistem KORUB

Sinyal masukan (input) akan dikuatkan oleh rangkaian penguat sinyal, yang selanjutnya akan dilewatkan ke rangkaian tapis lulus bawah (Low-pass filter, LPF) yang bertujuan agar hanya sinyal informasi saja yang akan diteruskan ke rangkaian berikutnya. Sinyal keluaran filter dilewatkan ke rangkaian pre-emphasis, yang selanjutnya oleh rangkaian modulator FM akan dimodulasi. Keluaran modulator FM dilewatkan pada rangkaian penyangga yang kemudian akan dipergunakan untuk memodulasi intensitas cahaya LED infra merah. Melalui antena optik berkas cahaya infra merah tersebut diarahkan ke penerima agar berkas sinar dapat diterima sebanyak mungkin. Pada penerima berkas sinar yang didapat akan diubah kembali menjadi besaran listrik lalu didemodulasikan untuk mendapatkan sinyal informasi kembali.

3.2.2 Penerima

Gambar 5 menunjukkan diagram blok dari sebuah rangkaian penerima optik yang menggunakan sebuah photo detektor sebagai penerimanya. Adapun cara kerja rangkaian penerima adalah sebagai berikut :

Sinyal optik yang dipancarkan oleh rangkaian pemancar melalui antena pemancar akan diterima oleh detektor foto dioda. Besaran cahaya akan diubah menjadi arus listrik yang sangat kecil dan yang perlu dikuatkan oleh prapenguat bertingkat dengan penguatan total lebih kurang 7500 kali. Setelah dikuatkan, sinyal termodulasi FM tersebut akan dilewatkan pada penapis untuk membatasi lebar jalar frekuensi. yang akan diproses. Selanjutnya akan dilewatkan pada rangkaian pembatas untuk menghilangkan derau amplitudo. Sinyal yang keluar dari pembatas akan diteruskan pada rangkaian demodulator FM yang berfungsi memisahkan sinyal informasi dari sinyal pembawanya. Sinyal informasi yang didapat akan ditapis kembali dengan rangkaian deemphasis untuk menghilangkan efek preemphasis dari rangkaian pemancar. Akhirnya sinyal informasi akan dikuatkan kembali dengan penguat akhir (amplifier).

Gambar 5 Diagram Blok Penerima Sistem KORUB

3.3 Pengendali Arah Antena Optik

Pada suatu sistem transmisi optik, detektor cahaya merupakan elemen pertama dari bagian penerima. Detektor cahaya berfungsi mendeteksi dan menerima kuat cahaya yang jatuh pada detektor tersebut dan merubah daya optik menjadi perubahan arus listrik. Untuk mengendalikan agar arah antena terjaga posisinya, seluruh berkas cahaya pemancar harus ditangkap penerima, kami menggunakan sensor infrared. Fotodioda Infrared berfungsi dengan menggunakan cahaya untuk menstimulasi elektron pada sambungan p – n (p – n junction). Suatu detektor cahaya harus mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap panjang gelombang yang digunakan, responsivitas, derau yang rendah serta mempunyai lebar pita yang memadai. Responsivitas adalah perbandingan arus keluaran dari detektor dan daya masukan optik, dan dituliskan sebagai berikut :

Ada beberapa jenis detektor cahaya yang dapat dipergunakan, namun secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Detektor cahaya yang dihasilkan oleh efek foto listrik luar. Kelompok ini mencakup jenis foto dioda hampa udara dan tabung foto multiplier.

2. Detektor cahaya yang dihasilkan secara efek foto listrik dalam. Kelompok ini mencakup detektor semi konduktor sambungan (junction), seperti sambungan foto dioda PIN, PIN photo diode dan Avalanche Photo Diode (APD).

3.3.1 Foto Detektor PIN

Foto detektor PIN merupakan semi konduktor foto detektor yang paling umum. Foto detektor PIN merupakan sambungan dari PN. Pada keadaan normal, elektron bebas dan lubang (Hole) tidak dapat berpindah melewati sambungan (junction), sehingga tidak ada arus yang mengalir. Jika ada foton yang diserap pada sambungan yang berasal dari lapisan P dan energinya lebih besar atau sama dengan energi pita pemisah, maka akan membangkitkan pergerakan elektron dan lubang yang dapat menimbulkan arus.

Gambar 6 Rangkaian foto dioda PIN padabias mundur (reverse bias )

Suatu foto dioda PIN dapat dibuat dari berbagai bahan semi konduktor seperti silikon, germanium, InGaAs. Masing-masing bahan tersebut memberikan karakteristik yang berbeda. Germanium dan InGaAs lebih menyerap derau daripada silikon, tetapi mempunyai responsivitas yang lebih besar. Perbedaan dan keunggulan masing-masing jenis PIN dioda dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Material

Jangkauan Panjang Gelombang

(m)

Puncak Respon Panjang Gelombang (m)

Pucak Responsivitas (A/W)

Silikon

0.3 – 1.1

0.80

0.5

Germanium

0.5 – 1.8

1.55

0.7

InGas

1.0 – 1.7

1.70

1.1

TABEL 3. Perbedaan dan keunggulan berbagai PIN foto dioda

3.3.2 Fotodioda Avalanche

Photo dioda Avalanche (APD) adalah sambungan semi konduktor yang memiliki penguatan internal, sehingga dapat meningkatkan responsivitas. Cara kerja APD adalah : Foton diserap di daerah pengosongan (depletion), menimbulkan elektron bebas dan lobang (hole) bebas. Gaya listrik yang besar pada bagian ini menyebabkan perubahan percepatan yang dapat membangkitkan energi kinetik. Energi kinetik ini meningkatkan elektron yang menyebrang pita energi pemisah. Percepatan muatan pertama dapat membangkitkan beberapa kali percepatan muatan yang baru. Hal ini menyebabkan proses pengalian (pelipatan) arus pada APD. Beberapa jenis karakteristik foto detektor sambungan diberikan pada tabel di bawah ini .

Materi

Struktur

Panjang Gelombang

Responsivitas (A/W)

Arus Gelap

(nA)

Silikon

PIN

300 – 1100

0.5

1

Germanium

PIN

500 – 1800

0.7

200

InGas

PIN

1000 – 1700

0.6

10

Silikon

APD

400 – 1000

77

15

Germanium

APD

1000 – 1600

30

700

TABEL 4. Karakteristik beberapa foto detektor sambungan

3.3.3 Rangkaian Pemancar dan Penerima Infra-Red

Gambar 7 Rangkaian Pemancar Infrared dengan IC 555 sebagai Pembangkit Frekwensi

Pada Rangkaian pemancar akan dibangkitkan sinyal yang frekuensinya sebesar 1/0.69*RC dengan R sebagai potensiometer 100 K dan C sebesar 1 µF. Dari nilai di atas didapatkan hasil :

Gambar 8 Rangkaian Driver Pemancar LED dengan Transistor.

Pada rangkaian penerima digunakan photodiode untuk mendeteksi adanya berkas cahaya. Posisi dari sensor diatur sedemikian rupa sehingga hanya dapat menerima cahaya. Prinsip utama dari sensor adalah pada waktu berkas cahaya dari pemancar mengenai photodioda pada rangkaian penerima, maka akan melewatkan arus dari sumber ke kutub negatif sumber. Karena pada transistor pertama pada basis tidak terdapat arus, maka arus sumber dari kolektor tidak bisa menuju emitor (negatif sumber). Pada kolektor transistor pertama arus tidak bisa lewat ke kolektor, maka arus akan masuk pada basis transistor ke dua sehingga akan melewatkan arus sumber dari kolektor ke emitor, sedangkan basis dari transistor ketiga tidak ada arus yang lewat. Ini menyebabkan arus sumber dari kolektor tidak bisa ,menuju ke emiter sehingga arus tersebut akan keluar. Fungsi kapasitor pada rangkaian ini adalah untuk meredam naik turunnya arus yang disebabkan oleh pembacaan sensor tehadap kuat intensitas cahaya.

Gambar 9 Rangkaian Penerima Infra Red dengan Penguat Transistor.

3.3.4 Pengendalian Arah Antena Optik

Jenis pengendalian arah antena optik pada makalah ini ada 2 (dua) pilihan, yaitu pengendalian secara manual dan otomatis yang keduanya menggunakan sistem lup tertutup. Pengendalian secara manual adalah pengendalian yang dilakukan oleh manusia yang bertindak sebagai operator, sedangkan pengendalian secara otomatis adalah pengendalian yang dilakukan oleh mesin-mesin / peralatan yang bekerja secara otomatis, dan operasinya berada di bawah pengawasan manusia. Pengendalian secara manual dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada sisi pemancar dibuat dalam kondisi permanen, sedangkan pada penerima direncanakan dapat bergerak bebas. Hal ini untuk memudahkan penerimaan berkas cahaya pemancar oleh penerima. Bila kondisi dan posisi berkas cahaya pemancar tersebut konstan, maka antena penerima hanya memerlukan sedikit penyesuaian untuk mendapatkan intensitas maksimal dari penerimaan cahaya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memutar (menggeser) posisi antena penerima. Antena penerima dilengkapi dengan indikator yang menunjukkan bahwa penerimaan cahaya sudah maksimal. Secara garis besar, pengendalian secara manual dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 10. Pengendalian Antena Secara Manual

Sedangkan pengendalian secara otomatis dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan mikrokontroler. Untuk mikrokontroler, kita dapat menggunakan AT89C51/52 keluaran Atmel, PIC16F84 dari Microchip, 68HC11 dari Motorola ataupun 8031 keluaran Intel. Pada prinsipnya, dengan menggunakan bantuan motor stepper, kita akan dapat mengendalikan / memprogram proses gerakan dari antena penerima secara otomatis. Motor stepper digunakan untuk memudahkan perencanaan dari software serta keakuratan gerakannya dapat dipertanggungjawabkan. Perputaran motor akan dikaitkan dengan besar-kecilnya intensitas cahaya yang diterima. Adapun blok diagram secara umum dari pengendalian secara otomatis dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 11. Blok Diagram Pengendalian Secara Otomatis

Cara kerja pengendalian secara otomatis tersebut sangat sederhana, yaitu cahaya yang dipancarkan oleh antena pemancar optik akan diterima sensor infra merah. Dengan menggunakan analog to digital converter, sinyal analog keluaran sensor akan diubah ke digital sebelum dimasukkan mikrokontroler. Di dalam mikrokontroler data ini akan dibaca secara acak dan akan dicari sinyal masukan yang memiliki intensitas tertinggi, yang selanjutnya akan mengarahkan gerakan motor penggerak ke posisi yang diinginkan. Di samping blok diagram di atas yang mengarah ke hardware, dalam pengendalian ini juga diperlukan adanya perencanaan software. Hal ini dapat diawali dengan pembuatan flowchart yang sederhana namun cukup akurat untuk melakukan pengendalian. Flowchart ini diawali dengan melakukan inisialisasi pada mikrokontroler. Inisialisasi sangat dibutuhkan untuk merencanakan portport mana dari mikrokontroler yang akan dipergunakan, baik sebagai masukan maupun keluaran. Selanjutnya, data yang masuk diproses lebih lanjut sesuai kebutuhan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Dengan menggunakan proses pengolahan data yang sederhana, yaitu sistem succesisive aproximation atau pendekatan beruntun, dicari data yang memiliki nilai paling tinggi. Data inilah yang mencerminkan besar kecilnya nilai intensitas cahaya yang diterima. Proses berikutnya diberikan perintah kepada motor penggerak untuk bergerak sesuai hasil pendekatan beruntun tersebut. Setelah motor berada pada posisi yang tepat, maka dilakukan penguncian agar posisinya tidak berubah lagi. Penguncian dapat dilakukan dengan memberikan polaritas tegangan yang sama pada motor. Paling aman adalah dengan memberikan logika “0” pada kedua port yang bertugas memutar gerakan motor. Untuk lebih menyederhanakan proses, lebih dahulu dicari nilai intensitas cahaya maksimal, yang selanjutnya data ini dijadikan sebagai data referensi. Algoritma dari pemrograman pengendalian secara otomatis dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, dilakukan proses inisialisasi, yang artinya melakukan setting pada perangkat sensor, mikrokontroler dan gerakan motor. Kemudian, yang kedua dilakukan pembacaan data masukan, yaitu intensitas cahaya yang diterima, kemudian dibandingkan dengan data referensi untuk intensitas cahaya maksimal. Ketiga, dilakukan perputaran motor dengan dasar hasil perbandingan sebelumnya. Apabila hasil perbandingan menunjukkan pembacaan data lebih besar dari data referensi, maka motor berputar ke kanan dan begitu pula sebaliknya, sampai didapat hasil pembacaan data sama dengan referensi. Keempat, begitu hasil ketiga didapat, gerakan motor dihentikan. Secara diagram, algoritma tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 12. Algoritma Pengendalian Secara Otomatis

Secara lengkap flowchart tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 13. Flowchart Pengendalian Secara Otomatis

4. Analisa Hasil dan Ucapan Terima kasih

Hasil yang didapat dengan jarak dekat sekitar 20 meter menunjukkan bahwa pengendalian ini dapat dilaksanakan tanpa kendala yang berarti walaupun masih semi otomatis karena yang dikendalikan baru bagian penerima saja, namun cukup sukses. Penulis mengucapkan terimaka kasih atas kerjasama semua pihak yang telah memantu pelaksanaan percobaan ini terutama rekan di Akademi Teknik Telekomunikasi Sandhy Putra Jakarta.

5. Kesimpulan

1. Pengendalian ini dapat terlaksana dengan baik.

2. Peralatan yang dipakai cukup sederhana karena semua komponenyang dipakai mudah didapat yang harganya relatif ringan.

3. Sistem ini dapat diterapkan di daerah-daerah misalnya di kota-kota besar yang sulit untuk menanam kabel serat optik atau di daerah berawa-rawa.

4. Sistem ini tak dapat terkena interferensi gelombang elekromagnetik.

5. Sistem ini tak memerlukan ijin frekuensi.

6. Peralatannya mudah dibawa (portable).

6. Saran-Saran

Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Hal ini berguna bagi proses penulisan lebih lanjut. Untuk penggunaan yang lebih luas, disarankan agar karakteristik dan tipe bagian-bagian tertentu dari pemancar seidentik mungkin dengan bagian penerima. Misalnya, kondisi lensa, untuk pemancar dan penerima sebaiknya memiliki kondisi dan fokus yang sama. Selanjutnya, motor stepper yang dipergunakan adalah motor yang memiliki derajat gerakan step angle paling kecil. Tujuannya adalah agar kondisi posisi yang diperoleh seakurat mungkin. Untuk mendapatkan sistem gerakan yang optimal, disarankan agar menggunakan sistem alih / transfer torsi gerakan dengan menggunakan gir (gear). Yang dimaksud dengan gear di sini adalah lempengan logam berbentuk lingkaran bergerigi yang terikat pada rantai khusus, atau berinteraksi secara langsung.

7. Daftar Pustaka

1. C. Allard, Frederick.1990. Fiber Optic Handbook. New York : Mc Graw-Hill.

2. Calhoun, George. 1992. Wireless Access and The Local Telephone Network. Norwood,

MA : Artech House.

3. Freeman, Roger L. 1991. Telecommunication Transmission Handbook. New York :

Third Edition, John Wiley & Sons.

4. Gayakwad, Ramakant. A. 1993. Op – Amps And Linear Integrated Circuits . New

Jersey : Third Edition, Prentice-Hall, Inc.

5. Tischier, Morris. 1992. Optoelectronics : Fiber Optics and Lasers A Text-Lab Manual.

Singapore : Macmillan / Mc Graw-Hill.

6. Meyers, Robert A. 1991. Encyclopedia of Lasers and Optical Technology. San Diego,

California : Academic Press.

7. Mims, F. M. 1982. A Practical Introduction to Lightwave Communications. Howard W.

Sams.

8. Chaimowicz, John C. A. 1989. Lightwave Technology : an Introduction. London, UK :

Butterworth & Co. (Publishers) Ltd.

9. Mottershead, Allan. 1984. Electronics Devices and Circuits : an Introduction. New

Delhi : Prentice-Hall of India (PHI).

10. Buban, Schmitt, and Carter. 1987. Electricity and Electronics Technology. New York :

Mc Graw Hill.

11. Krutz, Ronald L. 1988. Interfacing Techniques in Digital Design with Emphasis on

Microprocessors. Canada : John Willey & Sons Inc.

12. Srivastava, Sutanto. 1987. Teknik Instrumentasi. Jakarta : UI Press.

13. Ogata, Leksono. 1991. Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan) Jilid 1. Jakarta :

Penerbit Erlangga.

14. www. google.co.id